SISI LAIN BEASISWA

Masih ingatkah kalian dengan peribahasa “Banyak jalan menuju roma”? Pastinya dong ya sangat begitu melekat dan tak asing pula. Menurut saya peribahasa tersebut menjadi “jargon” pelengkap yang telah dikemukakan oleh penulis mba @barekingkinkinamu yakni Man Shabara Zafira dan Man Jadda wa Jadda dalam artikelnya yang berjudul Untuk Para Pejuang Beasiswa. SemangatBerjuang. Teman ! 

Baiklah, setelah saya membaca artikel mba Kinkin, panggilan saya kepada beliau. Suatu ulasan artikel yang begitu menarik dan informatif. Pasalnya, sudah menjadi hal yang lumrah banyak para pelajar khususnya mahasiswa mempunyai impian yang begitu besar untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Dan patut kita apresiasi bersama kepada peran pemerintah dan swasta saling bahu membahu sebagaimana termaktub di dalam UUD 1945 Pasal 31 dan tujuan bangsa Indonesia – Pembukaan UUD 1945 alinea ke-4 yakni mencerdaskan kehidupan bangsa salah satunya melalui program beasiswa. Dan kita harus optimis dapat mewujudkan Indonesia Generasi Emas pada 2045 mendatang. Mengutip suatu adagium dari Goenawan Mohamad “Menjadi Indonesia adalah menjadi manusia yang bersiap memperbaiki keadaan, tetapi bersiap pula untuk melihat bahwa perbaikan itu tidak akan sempurna dan ikhtiar itu tidak akan pernah selesai.”

Hal ihwal yang dikemukakan oleh mba Kinkin sudah well informed banget. Misalnya, sudah disinggung dari segi motivasi, administrasi, up to date dalam menggali info beasiswa yang menjadi minat studi kita, dan persiapan yang matang serta gigih dalam memperjuangkannya.

Namun, saya ingin menanggapi berupa masukan artikel mba Kinkin yang berjudul Untuk Para Pejuang Beasiswa. SemangatBerjuang. Teman ! dari perspektif lain guna menambah khasanah pengetahuan kita.

Pola Pikir Jawara

Menurut Alissa Wahid perkembangan zaman mensyaratkan manusia untuk terus beradaptasi, agar dapat menjalani hidup dengan selaras. Setiap era menonjolkan kualifikasi karakter dan kecakapan hidup tertentu, sesuai dengan tantangan zamannya. Demikian juga saat ini di mana teknologi informasi membawa perubahan besar-besaran dalam kehidupan kita. (Voice+ Vol 17 Desember 2013, H. 108)

Kita semua sepakat bahwa bangsa Indonesia memiliki potensi Sumber Daya Alam (SDA) dan Sumber Daya Manusia yang besar. Namun dalam pengembangan dan pemanfaatan potensi sumber daya tersebut belum diupayakan secara maksimal. Indonesia sudah merdeka sejak 71 tahun yang lalu, tetapi belum ada perubahan signifikan yang membuat kehidupan bangsa menjadi lebih baik. Namun pada kenyataannya, tidak banyak SDM Indonesia yang mau dan mampu membangun serta mengolah sumber daya Indonesia dengan baik. Minimnya SDM berkualitas ditenggarai bersumber pada rendahnya kualitas pendidikan yang dienyam oleh SDM Indonesia. Pendidikan formal di kelas tidak akan cukup membekali seseorang akan softskill seperti kemampuan memimpin, mengelola atau pengikut yang baik.

Kemudian berdasarkan Kurikulum 2004 dalam buku Kerangka Dasar (Arnie Fajar, 2009:103), peningkatan mutu pendidikan harus dilakukan secara menyeluruh yang mencakup pengembangan dimensi manusia Indonesia seutuhnya, yakni aspek-aspek moral, akhlak, budi pekerti, perilaku, pengetahuan, kesehatan, keterampilan dan seni. Pengembangan aspek-aspek tersebut bermuara pada peningkatan dan pengembangan kecakapan hidup yang diwujudkan melalui pencapaian kompetensi pelajar/mahasiswa untuk bertahan hidup, menyesuaikan diri dan berhasil di masa mendatang.

Lalu bagaimana pengembangan kecakapan hidup yang dimaksud dapat dioptimalkan dengan baik khususnya kompetitif secara fair dan sehat dalam percaturan daya saing global? Ada banyak jenis beasiswa yang ditawarkan baik oleh lembaga independen ataupun perguruan tinggi. Salah satu beasiswa yang ditawarkan oleh lembaga independen adalah beasiswa LPDP (Lembaga Pengelola Dana Pendidikan). Beasiswa LPDP ini merupakan salah satu bentuk kepedulian Kementerian Keuangan RI untuk mengembangkan pendidikan tinggi di Indonesia. Adapun misi dari beasiswa LPDP sebagai berikut: (lpdp.kemenkeu.go.id)
1. Mempersiapkan pemimpin dan profesional masa depan Indonesia melalui pembiayaan pendidikan.
2.         Mendorong riset strategis dan/atau inovatif yang implementatif dan menciptakan nilai tambah melalui pendanaan riset.
3.         Menjamin keberlangsungan pendanaan pendidikan bagi generasi berikutnya melalui pengelolaan dana abadi pendidikan yang optimal.
4.         Sebagai last resort, mendukung rehabilitasi fasilitas pendidikan yang rusak bagi bencana alam melalui pengelolaan dana cadangan pendidikan.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa implementasi beasiswa LPDP dapat melahirkan tunas bangsa secara produktif, kreatif, pemimpin yang handal dan berkontribusi kepada bangsa dengan kata lain menjadi pengungkit bagi pembangunan nasional.

Di era disruptif, mahasiswa/pemuda sebagai tongkat estafet kepemimpinan bangsa mesti berhadapan dengan dunia yang mengalami perubahan sangat cepat. Kian tak pasti, dan semakin kompleks. Terminologi yang biasa dipakai adalah VUCA yakni akronim dari Volatility, Uncertainty, Complexity, Ambiguity.

Menurut Indrawan Nugroho, dkk dalam bukunya Corporate Heroes (Indrawan Nugroho, dkk. 2015: 7) Volatility didefinisikan sebagai perubahan yang sangat cepat. Uncertainty adalah ketidakpastian yang mendatangkan kesulitan bagi kita untuk memprediksi kejadian atau peristiwa yang akan terjadi di masa depan. Complexity adalah tentang perbenturan berbagai kekuatan, isu-isu yang sulit dijelaskan berbaur dengan chaos serta situasi yang sulit dipahami yang melingkupi organisasi. Sementara Ambiguity adalah situasi yang tidak jelas, kabur, serta yang memungkinkan terjadinya salah pengertian dalam memahami sebab dan akibat dari suatu peristiwa.

Fenomena tersebut adalah suatu keniscayaan sebab penanganan secara biasa kurang efektif dalam mengantisipasinya. Melihat bonus demografi bangsa Indonesia, dan sebagian besar berusia produktif. Menurut saya, peluang dan kesempatan tersebut mampu menggerakan bangsa Indonesia menjadi bangsa yang beradab. Pemahaman bangsa yang berperadaban solusinya terdapat pada mindset, bagaimana setiap permasalahan yang terjadi bisa merefleksikan sebagai bentuk kita menghasilkan suatu kreasi atas ide/inovasi yang membangun agar ungkapan yang sering dikenal sebagai berdikari – berdiri diatas kaki sendiri terimplementasi dari setiap generasi bangsa yang sedang menempuh pendidikannya serta mewujudkannya menjadi kenyataan.

Menurut Howard Gardner, Profesor dari Harvard University yang terkenal dengan konsep Multiple Inteligence (Kecerdasan Majemuk), mengamati perubahan zaman ini secara khusus, untuk milenium ini, ada beberapa kecakapan berpikir yang akan sangat dibutuhkan. Dirinya menyebut sebagai 5 Minds for the Future (5 Pola Pikir untuk Masa Depan). 5 pola pikir yang dimaksud diantaranya; The disciplined mind (pola pikir terdisiplin), the synthesizing mind (pola pikir mensintesa), the creating mind (pola pikir mencipta), the respectful mind (pola pikir merespek) dan the ethical (pola pikir etis)

Mensinergikan kelima pola pikir tersebut dapat tumbuh menjadi pribadi sukses, khususnya sukses tidak hanya menamatkan pendidikan, namun lebih penting dari itu sukses dalam ukuran kontribusi kepada bangsa. Sebagai penutup, sukses tidak melulu berdasarkan materi, prestise dan jabatan. Jika mampu mensukseskan orang lain dari dirinya adalah makna hakikat kesuksesan sebenarnya. Usia muda, waktu yang masih banyak, dan potensi besar adalah kesempatan untuk mewujudkannya menjadi keniscayaan.






MENEMPA !

Saya berjuang untuk esok menjadi lebih baik dari hari ini. Masa lalu menjadi pengalaman yang berharga. Masa depan terukir dengan kerja keras dan sungguh-sungguh harus bisa.

Ini suatu makna yang tersirat kalau diprediksikan dalam waktu 3 tahun mendatang, mahakarya berdampak dan bermanfaat kepada seluruh warga.

Pengorbanan tiada letih bahkan sejengkal pun tenaga yang ada harus termanfaatkan dengan baik. Sok pembenaran ! Tidak.


Jangan mengusik, biarkan laku ini bertindak menjadi kenyataan !!