Doc. Mas Setyo Wardoyo |
Saya
sangat begitu tertarik sekali ketika pertama kali membeli sebuah Koran Media
Indonesia pada Sabtu, 17 Januari 2015. OPMI – Obrolan Pembaca Media Indonesia. Salah
satu rubrik dari Koran Media Indonesia mengajak kepada khalayak dan mendapatkan
suatu ilmu pengetahuan yang begitu bermanfaat dengan membedah suatu buku
bergenre fiksi nan menarik. Kemudian, yang saya ketahui lebih jauh, OPMI selalu
diadakan setiap sebulan sekali dengan mengangkat dan/atau membedah suatu novel,
yang menurut saya layak untuk dibedah dan masih bersifat up to date. Atas dasar
itulah, saya langsung bergegas untuk mendaftarkan diri baik melalui via email
maupun sms.
Tidak
berselang lama, 2 atau 3 hari ke depan, saya dihubungi dari pihak humas Media
Indonesia dari rubrik tersebut, terpilih sebagai salah satu peserta inti
membahas novel sejarah yakni The Rise of Majapahit karya Setyo Wardoyo. Pada intinya,
peserta inti yang terpilih dikirimkan buku tersebut yang nanti akan dibahas
secara bersama-sama baik dari si penulisnya, maupun non peserta inti lainnya
pada tanggal 31 Januari 2015 di Toko Buku Gramedia Matraman, Jakarta.
Hadirnya
novel berbau sejarah dengan judulnya The Rise of Majapahit, membuat daftar
referensi terbaru bagi dunia fiksi di Indonesia khususnya di bidang sejarah. Jujur,
saya membaca novel yang berbau sejarah, selama ini baru dua kali saya baca,
yaitu Pacar Merah dan The Rise of Majapahit. Menurut saya, buku The Rise of
Majapahit bila saya pahami dan amati dari alur ceritanya sangat begitu apik,
semua terangkai begitu mengalir, tidak pula terjadi pemaknaan kiasan yang berlebih,
membuat gregetan dan sebagainya. Itulah yang membuat decak aura setelah membaca
novel tersebut.
Saya
merampungkan novel ini sekitar 4 hari, karena di alur ceritanya banyak suatu
istilah kata serapan, dan membutuhkan makna untuk meresapi novel tersebut
dengan baik. Namun, jangan khawatir, setiap kata serapan yang tidak begitu kita
pahami, sudah disediakan bagian lampiran, sehingga nyaman untuk menyimak hingga
selesai.
Di
sini saya hanya mengungkapkan perasaan dan kesan apa yang saya tangkap pasca
membaca novel tersebut. Banyak sekali sesungguhnya yang ingin saya tanyakan
langsung kepada penulisnya kelak. Misalnya, kenapa tidak ada peran tokoh Patih
Gajah Mada?, siapa itu dendang kedasih? Kenapa judul versi inggris dan bukan
sebaliknya? Berapa lama tercetus ide untuk membuat novel ini dan terinspirasi
oleh siapa? Dan lain sebagainya.
Akan
tetapi sejauh ini, saya menilai akan mendapatkan suatu insight bagi yang
membacanya. Maksudnya, ialah disajikan suatu peristiwa masa lampau dalam bentuk
fiksi yang asyik, sesuai data dan fakta, cepat memvisualisasika setiap
peristiwa yang bergejolak dengan penuh deg degan tentunya. Hehe
Kesimpulannya,
salah satu medium yang bisa diaplikasikan dalam pembelajaran di kelas,
mengenalkan lebih dekat kepada generasi muda kini dengan memahami peristiwa
masa lampau melalui novel ini. Jika di komunitas Rumah Baca atau Taman Baca,
semoga buku ini segera tersebar ke segala penjuru, menjadi referensi utama
setiap kearifan dan kebudayaan bangsa Indonesia sejak dahulu kala dan lain
sebagainya.