Masa dimana penulis duduk dibangku kelas XI IPS 2 MA Negeri 1 Kota Bekasi.
Pergulatan semangat yang membara untuk menuntut ilmu. Tak terasa waktu berjalan
hingga cepat, waktu itu umur penulis sudah memasuki 16 tahun. Usia dimana sudah
beralih dari usia kanak-kanak menuju remaja. Tumpuan menempuh harapan dan
cita-cita disinilah sebagai bekal meraih kesuksesan di waktu yang akan datang.
Jenjang kelas XI berarti tahapan menuju satu titik pra akhir sebelum
kelulusan. Suasana yang begitu semangatnya bisa naik kelas ke tingkat
selanjutnya merupakan suatu wujud rasa syukur bisa berhasil. Bercampuraduknya
temen-temen sekolah dari berbagai kelas waktu kelas X-nya berbaur dan bergabung
membentuk suatu pertemanan yang baru dari sebelumnya. Berselang lama dari hal
tersebut, pelajaran satu demi per satu telah dimulai. Mata pelajaran yang juga
semakin bertambah yang sebelumnya waktu kelas X berkisar sepuluh mata
pelajaran, namun di kelas XI jumlah mata pelajaran meningkat menjadi 15 mata
pelajaran. Maklum kenapa begitu banyak karena di samping mata pelajaran umum
juga ada mata pelajaran khusus seperti Quran dan Hadits, Fiqih, dan sebagainya
didominiasi oleh mata pelajaran agama.
Saat itu, waktu di sekolah teringat seorang guru menanyakan suatu potensi apa yang
ingin dicapai siswa saat itu. Pelajaran saat itu ialah Pendidikan Kewarganegaraan
(PKn) diampu oleh guru yang bijak dan tegas dalam mengajarnya ia adalah Tri
Wahyuni, S.Pd. awal bab pertama materi pelajaran saat itu mengenai Potensi.
Setelah memaparkan secara detail, lalu beliau meminta sebuah contoh dari
potensi yang sangat digemari siswa. Dari berbagai hal masing-masing mempunyai jawaban
berbeda. Masing-masing jawaban tersebut ada yang menginspirasi dan ada yang
tidak itu menurut pendapat pribadi penulis. Saat guru menanyakan hal tersebut
kepada penulis.
Sempat belum terfikirkan apa yang ingin dijawab. Bingung, hingga
menunggu selama 1 menit 30 detik.
Lalu
tanpa pikir panjang, diriku sempat menjawab ‘berbicara.’
Apa maksudnya dengan berbicara? Ujarnya.
‘ingin menguasai yang namanya bisa berbicara di depan umum, tanpa nervous dan berani terampil dalam mengungkapkan dengan kata-kata yang runut dan jelas’, imbuhku dalam menjawab pertanyaan dari guru mengenai sebuah potensi.
‘good’. Ungkapnya.
Apa maksudnya dengan berbicara? Ujarnya.
‘ingin menguasai yang namanya bisa berbicara di depan umum, tanpa nervous dan berani terampil dalam mengungkapkan dengan kata-kata yang runut dan jelas’, imbuhku dalam menjawab pertanyaan dari guru mengenai sebuah potensi.
‘good’. Ungkapnya.
Lambat
laun proses panjang pendidikan yang penulis tempuh dengan begitu gigih untuk diraih agar bisa
menjadi orang sukses dan berguna nantinya terutama untuk mengubah nasib
keluarga. Tatkala ketika
lulus dari MA
Negeri 1 Kota Bekasi. Perasaan senang sekali, pastinya. Namun, ada suatu
pencapaian terakhir bilamana kalau ingin menjadi orang sukses yaitu melanjutkan
ke Perguruan Tinggi (PT). Mengalami suatu situasi dilematis. Orangtua saat itu
masih sempat berpikir ulang dua kali untuk mengkuliahkan penulis. Dikarenakan
mungkin yang dipikirkan orangtua penulis saat itu mengenai biaya yang ditempuh.
Pernah suatu ketika teman kerabat penulis dan selalu sebangku dengan penulis
pada waktu kelas XI hingga kelas XII IPS 2 yakni Bustanil Arifin. Ia berhasil
masuk UNJ saat itu di program studi PPKn. Hatiku taktahu kenapa menjadi
terbakar dan merasa iri dengannya ia telah berhasil untuk melanjutkan ke PTN.
Kalau difikirkan kehidupan ekonomi keluarganya begitu cukup sederhana.
Namun tekad dari Bustanil sendiri yang gigih untuk tetap meraih kesuksesan
akhirnya ia berhasil meneruskan pendidikannya dengan bantuan dari Mpoknya. Dari
semangat itulah penulis ambil dan membicarakan baik-baik dengan orangtua bahwa
penulis bersungguh-sungguh ingin menjadi orang sukses dan bisa memperbaiki
nasib keluarga nantinya.
dan bahkan Sempat ragu pada saat itu, karena tidak tahu kenapa ingin memilih jurusan
Akuntansi dan Ilmu Hukum di salah satu PTN terkemuka seluruh Indonesia.
Hasil
yang didapat dari berbagai perjuangan menempuh berbagai tes masuk PTN, semisal
UMB, SNMPTN, bahkan pernah register
di Universitas Gunadarma di Bekasi namun tidak jadi masuk kesana karena untuk
jurusan Sistem Informatika di gundar julukannya begitu sangat mahal untuk biaya masuk disana.
Niat itu akhirnya diurungkan atau bisa dibilang tidak jadi.
Sempat
masuk juga ke STMI yaitu Sekolah Tinggi Manajemen Industri yang berlokasi di
Cempaka Putih samping Universitas Yarsi mengambil jurusan Sistem Informasi
Industri. Biaya tersebut semuanya senilai Rp 2.500.000 + Rp 500.000 sebagai
uang pembelian seragam. Setelah semua proses tidak ada kendala dalam hal itu
semua, membuat diri ini begitu semangat untuk kuliah. Namun, proses itu semua
tidak berjalan seperti apa yang diharapkan. Jurusan yang aku ambil pada saat
itu ternyata setelah dijalani tidak sesuai dengan harapan atau bisa dibilang
tidak cocok.
Akhirnya
aku mencoba kembali untuk mengikuti tes PTN yaitu melalui jalur Penmaba UNJ
tahun 2009. Disitu akhrnya diterima di jurusan Pendidikan Kewarganegaraan di
Jurusan Ilmu Sosial Politik Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Jakarta.
Dengan semangat baru, akhirnya menemukan titik cerah bak tabularasa. Pilihan
dalam prodi ini menurut aku menjadi tantangan sebab arah fokus pendidikan
selama ini tak tahu kenapa pilihan mengarah pendidikan ini menjadi fokus yang
sudah mantap.
Hingga
beberapa semester dijalani banyak proses jatuh bangun dalam pencapaian sebuah
cita-cita. Selama kuliah pun selalu aktif di berbagai organisasi untuk
mengembangkan softskill. Selain itu, untuk menutup kebutuhan selama ini masih
bergantung kepada orangtua, penulis berusaha mencari job freelance untuk
mengisi kekosongan waktu yang kurang bermanfaat. Hal tersebut penulis melamar
sebagai tentor di Pena Prestasi sebagai awal mulanya dan memanfaatkan waktu
yang kosong demi meringankan beban orangtua. Selain di Pena Prestasi penulis
juga pernah menjadi tentor di Quantum Student dan Primagama, keduanya berada di
daerah bekasi.
Pengalaman
menjadi tentor awalnya deg degan..
namun berselang begitu lama hal tersebut menjadi terbiasa untuk dilakukan karena menjadi pendidik ada hal-hal dimana masa sulit ketika awal mencoba, sedang dan menjadi terbiasa. Kadang saking terbiasanya juga perlu mendapatkan training sendiri supaya menjadi terasah terutama dalam penggunaan metode pembelajaran supaya semakin dikembangkan. Sehingga esensi dari sebuah transformasi guru profesional dapat terwujud. amin
namun berselang begitu lama hal tersebut menjadi terbiasa untuk dilakukan karena menjadi pendidik ada hal-hal dimana masa sulit ketika awal mencoba, sedang dan menjadi terbiasa. Kadang saking terbiasanya juga perlu mendapatkan training sendiri supaya menjadi terasah terutama dalam penggunaan metode pembelajaran supaya semakin dikembangkan. Sehingga esensi dari sebuah transformasi guru profesional dapat terwujud. amin
0 Comments:
Posting Komentar