Yth: Bekasi,
23 Januari 2014
Presiden KeSEMat
Presiden KeSEMat
Di
tempat
Assalamualaikum WR. WB
Salam sejahtera bagi
kita semua,
Perkenankanlah
saya untuk memberikan sebuah pendapat atas rasa kegelisahan saya terkait
fenomena lingkungan yang tak berdaya di Indonesia. Bukan maksud menggurui,
tetapi lebih kepada berdasarkan aspek kecintaan terhadap lingkungan dan meruwat
ide/gagasan yang bisa dapat diterima dalam semua kalangan demi Indonesia
lestari akan lingkungan. Sebagai agen perubahan bangsa, ikon terpenting mengawali
dinamika perubahan suatu bangsa melalui kontribusi yang dapat menyebar virus
optimis dan semangat kebersamaan melalui anak muda dan sekitarnya.
Bumi
merupakan hunian makhluk hidup berada. Segala kandungan, keberkahan, dan
anugerah atas milik-Nya semua tersedia dengan penuh eloknya pemandangan yang
kita lihat baik berupa laut, pantai, pegunungan dan sebagainya mewarnai
keeksotikan tersendiri bagaimana keindahan itu memancar. Namun, dibalik
keeksotikan tersebut, tentu pula ada sisi dampaknya baik disebabkan oleh faktor
alam maupun manusia.
Makhluk
hidup tidak dapat dipisahkan dari lingkungannya. Daya dukung lingkungan sangat
berpengaruh bagi semua makhluk hidup termasuk manusia, dalam melangsungkan
hidup dan kehidupannya. Ironinya, menurunnya daya dukung lingkungan seringkali
terjadi karena perilaku penghuninya itu sendiri, terutama manusia, karena
makhluk hidup selainnya tidak pernah dan tidak mampu melakukan tindakan
destruktif – revolutif terhadap lingkungan.
Tindakan
manusia atas lingkungan hidupnya didorong oleh berbagai tujuan, dari yang
paling primitif, untuk melangsungkan kehidupannya semata, hingga yang paling
modern, yakni untuk meningkatkan nilai tambah ekonomi dan finansial.
Pada
mulanya, terutama terkait tujuan ekonomi dan finansial, manusia tidak menyadari
bahwa tindakannya terhadap lingkungan dapat mengubah tatanan ekosistem global.
Secara alamiah alam semesta, senantiasa mempertahankan keseimbangannya. Apabila
terjadi perubahan esktrim, ia akan berusaha mencari keseimbangan baru.
Perubahan tatanan ekosistem global yang disebabkan oleh intervensi manusia
nampaknya menjadi pemicu pencapaian keseimbangan baru yang dapat bertendensi
buruk bagi kehidupan makhluk hidup dalam jangka panjang. Sebut saja salah
satunya yaitu pemanasan global.
Pelopor
eksploitasi besar-besaran atas sumberdaya lingkungan tidak lain adalah
negara-negara maju. Kesadaran yang timbul sesudahnya mendorong mereka melakukan
berbagai inisiatif pelestarian lingkungan dan penghematan sumberdaya, salah
satunya dilakukan World Wide Fund for
Nature melalui program earth hour
setiap tanggal 31 Maret.
Namun,
upaya pelestarian lingkungan hidup tidak cukup dengan itu dan hanya oleh negara
maju, mau tidak mau semua negara di bumi ini harus bahu membahu melestarikan
lingkungan hidupnya kalau tidak ingin daya dukung lingkungan semakin merosot
dan memperburuk kualitas hidup penghuninya. Tidak terkecuali Indonesia yang
dikenal sebagai negeri kaya akan keanekaragaman hayati dan hewani.
Keindahan
alam Indonesia yang tidak tepermanai dan kekayaan alam yang berlimpah ruah
sungguh merupakan karunia tetapi juga sekaligus rawan bencana hal ini
dikarenakan letak geografis Indonesia berada di kawasan cincin api (ring of fire) yang selalu bergejolak.
Negeri ini bahkan menjadi tempat pertemuan lempeng kulit bumi yang dinamis
yakni Eurasia, Indo-Australia, dan Pasifik serta sebagai negara besar dengan
gugus kepulauan yang membentang di lingkungan lautan.
Pada
semester pertama bulan Januari 2014 ini, dapat kita melihat, merasakan info
dari media massa berbagai fenomena alam
yang terjadi, seperti erupsi Gunung Sinabung, banjir bandang di Manado, dan
banjir yang hampir melanda di seluruh Indonesia. Tak terkecuali banjir yang
melanda di beberapa wilayah pantai utara (pantura) Jawa Barat dan Jawa Tengah
semakin meningkat. (Sindo, 22 Januari
2014)
Pesisir pantai utara
(pantura) merupakan wilayah yang padat aktivitas, baik aktivitas manusia,
industri, maupun ekonomi. Konsekuensi dari padatnya aktivitas tersebut akan
memberikan penurunan daya dukung wilayah pesisir. Kegiatan di wilayah pesisir
pantura yang kurang tertata dengan baik menyebabkan kerusakan wilayah pesisir.
Salah satu indikator kerusakan wilayah pesisir adalah mulai berkurangnya luasan
lahan mangrove.
Kerusakan wilayah pesisir sebagian disebabkan oleh pembukaan
ekosistem mangrove menjadi areal pertambakan, pemukiman, industri dan
lain-lain. Ditambah dengan fenomena abrasi pantai, berdasarkan sumber dimana
tercatat sampai dengan akhir tahun 2010, wilayah pesisir di Provinsi Jawa Barat
yang mengalami abrasi/erosi pantai diperkirakan seluas 1.190 Hektar, sedangkan
untuk wilayah Bekasi kerusakan akibat abrasi pantai kurang lebih seluas
109 Hektar atau hampir 10 persennya dari wilayah propinsi Jawa Barat. Jika
tidak diantisipasi, kelak akan menambah rentetan bencana ekologi bagi makhluk
hidup di sekitarnya, dan menjadi tamparan pula yang dahulu Indonesia dikenal
sebagai “paru-paru dunia.”
Lalu bagaimana
mengatasi hal tersebut? Dan solusi agar tidak kembali jatuh ke dalam lubang
yang sama. Salah satu cara agar dapat meningkatkan kepedulian terhadap
lingkungan yaitu pendidikan. Sebagaimana kita ketahui, mangrove merupakan
tanaman pantai yang mempunyai manfaat ekologis, maupun ekonomis. Manfaat
ekologis seperti: pelindung garis pantai dari abrasi, mencegah intrusi air laut
ke daratan dan tempat berpijah aneka biota laut. Sedangkan manfaat
ekonomis seperti : penghasil bahan baku kertas, kosmetik, tekstil, pariwisata,
dan komoditas perikanan (udang dan kepiting).
Sebuah ide atau
gagasan yang saya bisa rekomendasikan, yaitu WIDUNG – Wisata Edukatif
Mangrove. Sebuah upaya dengan tujuan dapat meningkatkan kepedulian,
kelestarian, dan kecintaan terhadap lingkungan yakni optimalisasi mangrove
kepada pelajar/mahasiswa serta masyarakat umum. Tentunya konsep WIDUNG disini
dapat diselipkan dalam suatu mata pelajaran Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH)
di sekolah dan universitas.
Bentuk dari konsep
tersebut berupa bakti sosial dan pendidikan (baksospend), #SaveMangrove –
penanaman bibit pohon mangrove di wilayah pesisir, serta yang paling penting
dapat berupa project sosial sebagai
tugas akhir dari matapelajaran tersebut yang menambah ragam solusi oleh
generasi penerus bangsa.
Dengan demikian, harapan
kedepannya
perlu sinergitas dari berbagai stakeholder dalam hal ini lembaga keluarga,
pendidikan, komunitas dan sebagainya agar tercipta Indonesia yang ramah
lingkungan. Petikan terakhir sebagai penutup, mengutip sebuah adagium dari
Goenawan Mohamad, “Menjadi Indonesia
adalah menjadi manusia yang bersiap memperbaiki keadaan, tetapi bersiap pula
untuk melihat bahwa perbaikan itu tidak akan sempurna dan ikhtiar itu tidak
akan pernah selesai.”
Salam hormat,
Muhamad Handar
Salam hormat,
Muhamad Handar
"Lomba ini diikutsertakan dalam menulis Surat Untuk Mangrove - Presiden KeSEMat"
0 Comments:
Posting Komentar