REFLEKSI AKHIR TAHUN 2013



Dahulu semenjak kecil hingga menjelang remaja, saya bocah yang lugu dan begitu apatis terhadap lingkungan sekitar. Bergaul pun tidak, hanya berkutat dalam rutinitas yang tidak terlalu penting dan membosankan, terus menerus hingga berakhir masa sekolah sebagai pelajar SMA/MA.

Tidak pernah terbesit, apa itu impian atau cita-cita yang harus digapai. Di sekolah, guru cuman sekadar retorika di kelas, tapi nihil motivasi dan absurd pembelajaran yang tidak begitu bermakna. Ujian demi ujian, melakoni sebagai peserta didik bak sapi yang dicocok hidungnya. Retak kongsi antara kata dan laku bias pembelajaran.

Persoalan yang mengemuka, diriku yang begitu polos, pendiam, dan sedikit introvert pada saat itu, dalam pencarian jatidiri menjadi permasalahan sebagai remaja yang hampir saja lepas kendali pribadi. Seperti, terlibat dalam aksi nge-track motor di sepanjang halaman Harapan Indah, Bekasi. Sedikit berubah kebiasaan yang tak pernah saya lakukan sebelumnya.

Lantas apa yang membuat hal itu bisa terjadi? Sebagaimana penjelasan diatas, tidak ada upaya dalam memotivasi saya baik secara internal maupun eksternal. Semua saya lakukan apa yang saya bisa lakukan sesuai kata hati saya. Jatuh bangun, lalu berintropeksi seiring berjalannya waktu.

Bila saya mengatakan secara jujur, saya sangat begitu terobsesi jika melihat teman-teman memiliki segudang prestasi, dengan kepandaiannya bisa mempunyai banyak teman, dan sebagainya. Rasa iri tersebut, saya sangat begitu rasakan ketika sejak lulus SD. Tidak tahu kenapa rasa obsesi tersebut, perlahan menghinggapi jiwa raga saya ini. Terbukti saya lakukan dengan segenap kemampuan saya, dalam masa usia sekolah menengah, baik masa SMP dan SMA/MA di Bekasi, saya membuktikan hal tersebut dengan meraih predikat masuk 3 besar prestasi akademis.

Secara prestasi akademis, alhamdulillah mampu sedikit demi sedikit diwujudkan. Dalam bidang non akademik pun, pernah berpartisipasi. Sejak masa SMP, pernah mengikuti lomba cerdas cermat se-Bekasi yang diselenggarakan oleh SMPN 5 Bekasi. Saat itu saya menjadi perwakilan dari sekolah bersama Maria, rekan saya saat itu. Tapi belum berhasil, namun menjadi referensi pengalaman saya pribadi untuk berusaha menjadi lebih baik lagi. Serta pernah menjadi wakil ketua OSIS SMP Travina Prima, Bekasi.

Menginjakkan masa SMA/MA, selain prestasi akademik yang saya menjadi patokan dalam jenjang usia sekolah, pun berbagai event-event pada waktu itu, pernah menjuarai juara II lomba Hacking Rally bersifat grup yang diselenggarakan oleh SMAN 1 Bekasi. Dan pengalaman prestasi secara non akademik lainnya, yaitu menjadi salah satu kandidat lomba cerdas cermat dari perwakilan sekolah dalam event Cerdas Cermat UUD 1945 yang diselenggarakan oleh MPR RI. Sungguh pengalaman yang begitu berharga menjadi bagian salah satu kandidat, dengan menyisihkan ratusan peserta didik lainnya.

Semua yang saya usahakan secara maksimal berkat atas doa yang saya panjatkan ke Allah  SWT, dan dukungan berbagai pihak baik dari keluarga, teman dan guru sekalian. Capaian atas prestasi atau referensi pengalaman tersebut, tidak pernah terbesit menjadi target yang harus ditulis dalam sebuah kertas. Hanya membaur dalam self esteem, dan kebutuhan akan rasa ingin dihargai.

Terjadi suatu kontraproduktif, di satu sisi sifat pribadi yang terlalu individualistis tapi juga memiliki hati ingin berbagi namun di sisi lain, kekayaan akan suatu penghargaan menjadi mutlak harus diupayakan. Dalam hal ini, bukan bersifat riya. Hanya sebatas mengenal lebih jauh siapa sosok pribadi saya, dan kenapa saya harus ada di muka bumi ini, dan bagaimana saya bisa menjalankan peran saya sebagai makhluk sosial? Pertanyaan – pertanyaan tersebut yang selalu menjadi titik hibernasi dikala saya merasa badmood, dan kurang berdaya.
Well, waktu terus berjalan dan pastinya tidak akan bisa diputar ulang. Memandang jauh kedepan, posisiku saat itu masih berusia 18 tahun, dalam rentang usia yang masih begitu muda dan energik. Membatin dengan rasa kuat dan keras di dalam hati, “APA YANG BISA SAYA PERBUAT UNTUK KELUARGA, MASYARAKAT, BANGSA DAN NEGARA???”

Saya teringat sekali pada waktu saya melamar sebagai tutor di Bimbingan Belajar Quantum di Bekasi. Setelah proses administrasi dan microteaching. Selanjutnya ada pembekalan Training of Trainer (ToT) kepada seluruh tutor di bimbel tersebut. Pembekalan ToT pada saat itu, mengenai pentingnya arti sebuah impian. “Impian pasti banyak dan ingin selalu diwujudkan. Namun, bila hanya sekadar imagine belaka, dalam arti tidak mencoba di tulis diatas kertas yang menjadi landasan target butir-butir mimpi dalam menjawab seberapa besar pribadi kita mampu mencapainya?”, pungkas Mba Nina.

Setelah pembekalan tersebut, lalu saya mencobanya dirumah. Berbagai target impian selama satu tahun saya coba sebagai permulaan. Terdapat sekitar 100 impian dalam periode 2011-2012. Jatuh bangun, itulah yang saya rasakan, memang tidak semudah seperti membalikkan telapak tangan. Namun, proses mengalaminya menjadi suatu nilai yang begitu berharga. Alhasil, dalam masa satu tahun permulaan tersebut, hanya sekitar 40 target yang berhasil dicapai, selebihnya menghilang atau dikenal dengan istilah NATO (Not Action Talk Only).

Setiap akhir tahun menjadi refleksi pribadi saya, dalam menjangkau realisasi tersebut. “Tidak ada hal yang perlu disesalkan”, ungkap batinku. Secara kodrat sangat begitu manusiawi, tapi minimal ada suatu upaya yang bisa saya perbuat atau bisa saya wujudkan.

Tahun berikutnya, saya menjangkau target impian kembali, tidak hanya satu tahun tapi hingga 20 tahun kedepan. Alhasil, dalam masa impian tersebut alhamdulillah banyak sekali capaian yang berhasil dan menjadi kebanggan tersendiri. Seperti, mendapatkan beasiswa dari Yayasan DKI Jakarta, finalis Duta FIS, sebagai pembicara baik di dalam organisasi maupun diluar organisasi, memenangkan lomba kejuaraan menulis, prestasi akademis, dan berbagai hal lainnya baik event yang bersifat lokal, regional, nasional, maupun skala internasional.

Refleksi kembali pula hari ini, 31 Desember 2013 jam13.26 wib sebagaimana tulisan ini dimuat. Secara keseluruhan beberapa target dalam mewujudkan impian hingga 20 tahun yang akan datang, sedikit demi sedikit terwujud. Alhamdulillah.

Poin penting dalam menggapai impian tersebut, berkutat kepada tokoh-tokoh besar bangsa Indonesia, meskipun mereka telah tiada, tetapi karya dan kontribusi mereka dalam memperjuangkan Indonesia dari segala ketertindasan bangsa asing masih melekat dihati rakyat Indonesia. Sebut saja misalnya, Tan Malaka, Soekarno, Moh Hatta dan sebagainya.

Atas dasar itulah, seyogianya saya pun ingin melakukan hal yang sama dengan perjuangan para tokoh bangsa Indonesia. Berkontribusi untuk bangsa Indonesia, melalui jalan saya pribadi. Lalu  apa sumbangsih saya kepada ibu pertiwi? Suatu keinginan besar, saya ingin mendirikan perpustakaan yang dapat menjangkau bagi segala kalangan. Khusus dalam hal ini, yaitu pemberdayaan melalui anak jalanan, masyarakat sekitar, pelajar dan mahasiswa.

Kontribusi saya pada saat itu terjadi pada tanggal 10 November 2013 – bertepatan memperingati hari Pahlawan. Terdapat suatu kegiatan positif yang terletak di Jalan Raya Babelan No.35 RT.04/01 Kelurahan Kebalen, Kecamatan Babelan, Bekasi, mengisi memaknai ruang kemerdekaan dengan mendirikan “Perpustakaan Rakyat”.

Hadirnya perpustakaan rakyat di lingkungan Bekasi, sebagai tindak lanjut dalam mengatasi kekosongan yang selama ini belum difungsikan dengan baik. Perpustakaan rakyat berada di bawah naungan Rumah Belajar Avicenna. Pun program-program yang terdapat di Rumah Belajar Avicenna seperti; setiap Senin sampai Jum’at digunakan sebagai tempat Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) / TK pada pukul 08.00 – 10.00, Bimbingan dan pendampingan belajar pukul 11.00 – 15.00, Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPQ) siang pukul 15.30 – 17.30, dan TPQ malam pukul 18.00 – 19.30.

Perpustakaan Rakyat merupakan bagian dari salah satu program Rumah Belajar Avicenna. Sebagaimana fungsi dibentuknya Rumah Belajar Avicenna sebagai wadah multifungsi yang digunakan sebagai tempat belajar dan pembinaan sekaligus juga sebagai tempat pembelajaran bagi para volunteer yang berniat membagikan ilmu dan pengalaman. (Radar Bekasi, 1 Mei 2013).

Ide dasar terbentuknya Perpustakaan Rakyat, terinspirasi oleh sepak terjang Tan Malaka dalam memperjuangkan kemerdekaan bangsa Indonesia atas kolonialisme. Salah satu cara mengatasi kemelut tersebut yaitu, pendidikan. Pendidikan menjadi hal inheren dalam kehidupan manusia. Selama peradaban manusia itu ada, selama itu pula pembahasan tentang pendidikan akan berjalan dinamis. Kedinamisan melahirkan banyak interpretasi dan kajian pendidikan itu sendiri.

John Dewey melihat pendidikan adalah proses sosial yang membantu anak dalam menggunakan kemampuan-kemampuannya sendiri demi mencapai tujuan sosial. Kemudian, Durkheim dengan optimis meyakini bahwa pendidikan adalah instrumen pembentukan moral manusia. Bagi Ki Hajar Dewantara, pendidikan harus bisa memerdekakan manusia dari ketergantungan kepada orang lain dan bersandar kepada kekuatan sendiri. Lebih lanjut, H.A.R Tilaar menambahkan, pendidikan tidak hanya menciptakan manusia yang pintar, tetapi juga berbudaya.

Atas inspirasi sepak terjang Tan Malaka tersebut, pun Perpustakaan Rakyat berhasil dilaunching meskipun sifatnya masih non formal. Artinya, pengesahan belum secara resmi namun terus berbenah hingga lebih baik. Hal yang menyebabkan tersebut; minimnya SDM / volunteer, kesibukan masing-masing volunteer dan sebagainya. Namun, pada akhirnya dengan jumlah kurang lebih 10-15 pemuda – pemudi serta keyakinan moril dan optimis, perpustakaan rakyat dapat diwujudkan.

Berbekal dalam memenuhi infrastruktur perpustakaan rakyat terutama buku, para volunteer blusukan ke rumah warga, menginformasikan sumbangan buku baik melalui sms, door to door, social media dan berbagai cara untuk bisa memenuhinya. Terdapat lebih dari 200 buku, dengan berbagai genre, sedikit demi sedikit Insya Allah suatu saat dapat melengkapi setiap koleksi buku bacaan.

Pasca launching tersebut, mulai tanggal 16 – 17 November 2013 perpustakaan rakyat buka setiap hari Sabtu-Minggu dari jam 09.00 – 17.00 wib diselingi pula baik dengan adanya kegiatan pelatihan, bimbingan belajar untuk pelajar, keterampilan dan lain-lain tanpa dipungut biaya dengan tujuan untuk menarik simpati rakyat dalam hal ini generasi pemuda sekitar agar lebih mengedepankan budaya literasi dalam berkontribusi mewujudkan pendidikan di Bekasi.

Gambaran diatas merupakan suatu upaya saya dan rekan-rekan pengurus perpustakaan rakyat Bekasi, menyebarkan virus optimisme akan suatu perubahan terutama kepada generasi pemuda di sekitar lingkungan perpustakaan rakyat Bekasi agar turut berpartisipasi dalam mengawali perubahan yang menjadi poros perubahan oleh pemuda, dari pemuda, dan untuk pemuda.

Generasi muda, sebagai motor pergerakan dan perubahan bangsa, menjadi salah satu aset utama perubahan di negeri ini. Pemuda adalah agen perubahan, lebih dari itu, pemuda adalah aset perubahan. Generasi yang kuat dan optimis. Karakter dari individu yang seperti itulah yang dibutuhkan bangsa ini, untuk menciptakan ekosistem perubahan dan sosok kepemimpinan dari tiap-tiap pundak pemuda Indonesia.

Dengan demikian, langkah kecil ini tidak akan terwujud berkat doa dan dukungan kepada pihak-pihak yang telah memberikan sumbangsihnya baik materil maupun nonmateril sehingga dapat merintis perpustakaan rakyat hadir ditengah masyarakat atas minimnya pemerintah daerah setempat dalam meningkatkan kualitas pelayanan pendidikan di Bekasi terutama terkait akses buku murah dan perpustakaan. 

Harapan untuk kedepannya selain menambah jumlah koleksi buku dan berbagai perlengkapan lainnya, juga perpustakaan rakyat dapat mengekspansi ke seluruh wilayah di Bekasi, sebagaimana mengutip adagium Goenawan Mohammad, “Menjadi Indonesia adalah menjadi manusia yang bersiap memperbaiki keadaan, tetapi bersiap pula untuk melihat bahwa perbaikan itu tidak akan sempurna dan ikhtiar itu tidak akan pernah selesai”. Amin.

***

0 Comments: