POST TIME





Saya terjebak dalam hiruk pikuk keramaian yang tak bertepi. Debat antarpribadi sering tumpah ruah, tidak semanis menjadi sandaran refleksi. Penuh curiga dan tak lupa kenapa sering bimbang diselimuti kantuk tebal.
Jika yang terjadi, kedua belah pikiran tak kunjung bersatu. Memori bernari seumpama riak-riak keinginan yang tercapai. Ketika duduk tak lagi nyaman untuk melamun. Berdiri jenuh tak stabil ketegaran. Apa memang ‘demam’ seakan menumpulkan daya logika-rasional?

Episode hari ini memupuk ketegaran, membuang kebengisan, menciptakan keharmonisan, berdamai dengan nasib. Bila hakekatnya, kenyamanan yang sudah terlampaui, menjadi jejak keporosan yang terkikis. Tambal sulam tak bisa laku lama. Tapi, bagaimana mengestetikan mozaik akan berdamai laku ke manusia dan Tuhan?

Duhai, tak bisa terperikan sikap yang lantas untuk diambil. Perihal mana akan adil subjetifitas solusi menggali objektifitas sebagai sasaran? Apapun semua yang tergoreskan, naïf belaka. Ada jalan yang ditempuh hingga bermil-mil, menduduki singgasana yang aman dan nyaman. Ada juga keputusan rasional etis, menjawab dengan dalih “keluar dari belenggu”.

Secara personal, anugerah-Nya menimpali jejak kalbu terkait sabar dan istiqomah. Menggoreskan tiap kesan, embrio jatuh memutar keputusan TEGAK MENATAP MASA DEPAN menjadi antiklimaks tautan yang ego atas tindakan kepengecutan!

Tidak terjadi menimpali, khas sarat negosiasi antaraku dengan Tuhanku, menjadi penyeimbang disharmonis yang tumpul.
***

0 Comments: