MEMOAR SEKOLAH DAMBAANKU



Bekasi – Senin, 26 Mei 2014 sekitar pukul 14.27 wib petugas JNE, salah satu jasa pengiriman produk mengantarkan sebuah berkas map amplop berwarna coklat kepada saya. Sebelumnya posisi pada saat kehadiran petugas JNE tersebut, saya berada di ruang tamu dan sambil berinternet. Sedikit terkejut karena mendengar motor melintas depan rumah kemudian sambil berhenti. Lalu saya bergegas ke depan sekitar 10 meter dari ruang tamu, menghampiri petugas jasa pengiriman tersebut.

“maaf apa mas bernama Muhamad Handar?’ pungkasnya

“Ya benar, saya sendiri. Ada apa ya mas?” sahutku

Ada kiriman untuk mas Handar, lalu aku segera mengecek bagian depan amplop tersebut. Secara keseluruhan sudah benar, baik nama, alamat dan sebagainya. Kemudian, sejenak aku mengucapkan terima kasih kepada petugas tersebut.

Tak sabar apa isinya. (sambil mengingat-ngingat hari sebelumnya atau dahulu pernah memesan suatu barang atau tidak yah?)

Tanpa pikir panjang, saya langsung membuka amplop tersebut yang begitu ringan (2-4 gr) dan sedikit agak lecek (mungkin tertimbun dengan yang lain). Saya melihat sebuah sertifikat yang tertuju kepada saya bertuliskan, “We proudly present this certificate to Muhamad Handar as Koordinator Kota Sekolah Dambaanku”. Tenggg langsung saya ingat. :D

Dahulu di tahun 2013, memang saya pernah menjadi bagian dari Koordinator Kota Sekolah Dambaanku cabang Jakarta yang merupakan salah satu program dari Youth ESN. Terpilih ke-21 Koordinator Kota Sekolah Dambaanku dari seluruh kota di Indonesia. Siapa aja mereka, mau tahu lebih lanjut silakan chek disini. 

Sekolah Dambaanku

Sejauh yang saya ketahui mengenai program atau projek tersebut, terinspirasi dari sebuah buku karya Edward Blishen (1968) yang berjudul “School that I’d Like”. Youth Educators Sharing Network (YESN), sebuah komunitas anak muda yang peduli pendidikan, menyusun sebuah program bernama Sekolah Dambaanku (SD). Program SD ini akan mengajak anak usia sekolah untuk berpendapat atau menyampaikan mimpi mengenai sekolah yang mereka dambakan. Pendapat yang terkumpul akan didokumentasikan menjadi sebuah buku seperti halnya karya Blishen, namun dalam konteks dan bahasa Indonesia. Penyusunan buku tersebut telah mendapatkan ijin dari editor buku “School that I’d Like” dari Guardian – Inggris.

Pengalaman yang saya lalui sebagai KKSD bagian Jakarta sungguh berarti/bermakna, sekaligus sangat begitu menantang, misalnya; mendapatkan min. 50 responden, harus seimbang dalam memperoleh data/gender per sekolah, membentuk tim yang beranggotakan maksimal empat orang (seluruh anggota mengundurkan diri karena kesibukan masing-masing, jadi extra hard work), membagi aktivitas yang lainnya dan sebagainya.

Hal yang menariknya saya dapat mengetahui sebuah komentar/pendapat mereka (pelajar SD-SMA) mengenai sekolah dambaanku / impian. Bercengkerama secara langsung, pahit getirnya mereka dalam menginginkan sebuah sekolah idaman. Format SD ini sudah baku, jadi tinggal pelaksanaannya di lapangan. Terdiri dari 8 item yaitu; Guru, Fasilitas dan Lingkungan Sekolah, Hubungan Guru dan OrangTua, Mata Pelajaran, Tugas dan Pekerjaan Rumah, Hubungan Antar Siswa, Bentuk Ujian Kelulusan, Harapan untuk Pendidikan Indonesia Kedepan.

Hmm, bila saya mengingat kembali lembaran hasil wawancara SD tahun lalu, menjadi sebuah masukan bagi pendidikan di Indonesia. Contohnya, ulasan pendapat dari Aviana Dwi Rahayu (16), mengenai item Harapan untuk Pendidikan Indonesia Kedepan, “Menerapkan kejujuran terlebih dahulu dalam belajar, dan meningkatkan kualitas guru, dan mempertinggi motivasi belajar siswa”. Serta ulasan dari Hartanto (18), “Yang penting saya ingin menyekolahkan semua anak di Indonesia, menciptakan guru terbaik, pintar, berkomitmen, dan ikhlas”. Subhanallah terasa getir mendengarkannya, rasa semangat dan perubahan untuk mewujudkan pendidikan Indonesia lebih baik. Setelah sertifikat sudah ditangan, tinggal menunggu informasi selanjutnya, yaitu bunga rampai Sekolah Dambaanku dari seluruh koordinator kota di seluruh Indonesia.

***



0 Comments: